Senin, 19 Agustus 2013

Alumni IPB Tolak Kebijakan Impor Produk Pertanian

Bogor (Antara) - Himpunan Alumni Institut Pertanian Bogor akan terus mendorong penggunaan hasil pertanian lokal sebagai sebuah kebutuhan dan menguatkan ketahanan pangan nasional, serta menolak kebijakan impor produk pertanian.
Pernyataan tersebut dikemukakan Bambang Hendroyono yang hari Minggu dikukuhkan sebagai Ketua Himpunan Alumni IPB periode 2013-2017 di Kampus IPB Baranangsiang, Bogor.
Seperti dirilis Sekretariat HA IPB, Bambang Hendroyono yang juga Dirjen Bina Usaha Kehutanan di Kementerian Kehutanan RI itu menyatakan prihatin dengan besarnya jumlah impor produk pertanian di Indonesia.
Ia menegaskan impor produk pertanian menyengsarakan
petani Indonesia.
"Mengimpor produk pertanian, sayur, buah-buahan, ikan, daging
sapi, sungguh suatu hal menyakitkan bagi petani di Indonesia karena apa pun alasannya, impor akan meruntuhkan motivasi petani dalam menghasilkan produk-produk pertanian. Kasihan petani-petani kita, mereka sulit untuk sejahtera," katanya.
Seperti data yang dirilis Badan Pusat Statistik, Untuk impor beras saja, selama Januari-Juni 2013, tercatat sebesar 239 ribu ton atau US$ 124,4 juta. Sementara itu, jagung impor masuk ke Indonesia selama Januari-Juni 2013 tercatat 1,3 juta ton atau US$ 393 juta.
Demikian pula dengan impor kedelai, periode Januari-Juni 2013 adalah 826 ribu ton atau 509,5 juta.
Impor Tepung terigu juga dilakukan. Tercatat impor masuk secara Januari-Juni 2013 mencapai 82.501 ton atau US$ 36,9 juta. Dan bahkan garam pun termasuk komoditas yang diimpor. Selama Januari-Juni 2013 impor tercatat 923 ribu ton atau senilai US$ 43,1 juta.
Menurut Bambang, adalah ironis bagi Alumni IPB dan kelembagaan IPB karena inovasi pertaniannya yang sangat banyak demikian pula sarjana pertaniannya, bahkan Indonesia tercatat memiliki mahasiswa pertanian dan sarjana pertanian terbanyak di dunia saat
ini, namun impor pertaniannya juga banyak.
Bambang mengimbau pemerintah untuk meningkatkan kualitas petani, memperbaiki infrastruktur pertanian dan mempermudah skema pembiayaan sektor pertanian. Dia juga menyatakan perlu adanya dukungan bersama dari sektor industri dan kebijakan politik yang kuat.
HA-IPB yang mewadahi 114 ribu alumni IPB menyatakan siap untuk melakukan pendampingan, advokasi dan mendorong peningkatan kualitas pertanian Indonesia dengan berbagai program dan mendukung kebijakan yang berpihak kepada kepentingan Pertanian Indonesia.
"Walaupun Alumni IPB bekerja di berbaggai sektor, namun jiwanya harus tetap jiwa pertanian dan memiliki gairah untuk memajukan pertanan dan terus berjuang untuk kemajuan pertanian. Alumni IPB harus bersatu untuk perjuangan yang sama yaitu
memajukan pertanian," tandasnya.

Jumat, 12 April 2013


Hidup Sejati Bangsa Berwatak

E-mailPrintPDF

Syaykh menerima cinderamata dari panitia yang diserahkan Ibu Dra, Tity Kusrina M.PdSebagai bangsa, kita harus memiliki kemauan hidup yang kuat sehingga existensi kehidupan bangsa ini terus berkelanjutan. Namun berkelanjutan hidup saja pun belumlah cukup. Hidup bangsa barulah dinamakan hidup sejati jika hidupnya memiliki arah dan mempunyai isi. Hidup bangsa barulah sejati jika hidupnya tidak kosong, namun memiliki tujuan yang jelas, sehingga menjadi bangsa yang berwatak.
Syaykh Al-Zaytun Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang mengemukakan hal itu dalam Seminar Nasional Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang diselenggarakan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pancasakti, Tegal, Sabtu, 27 November 2010 di kampus universitas tersebut di Jln. Halmahera KM 1 Tegal.
Seminar bertema “Implementasi Nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 dalam Menjawab Tuntunan Penuntasan Reformasi Menuju Terciptanya Masyarakat Madani” itu diikuti 600 peserta terdiri dari para dosen, mahasiswa dan guru-guru sekitar Kota Tegal. Dalam seminar tersebut ada tiga nara sumber yang memaparkan makalah yakni Prof. Drs. H. Suwarma Al-Muhtar SH M.Pd dari UPI Bandung, Prof  Drs. H. Kaelan M.Si. dari UGM Jogyakarta dan Syaykh Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang dari Al-Zaytun.
Syaykh AS Panji Gumilang tampil sebagai pembicara terakhir (ketiga) yang oleh panitia menyebutnya sebagai ‘gongnya’. Syaykh al-Zaytun memaparkan makalah dengan tema “Membangun Character Bangsa Implementasi Nilai-nilai Dasar dan Undang-undang Dasar Negara Indonesia dalam Menjawab Tuntutan Zaman.” Syaykh didampingi moderator Dr. H. Basukiyanto M.Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pancasakti.
Syaykh mengawali dengan ucapan salam, dilanjutkan salom, salom, salom serta menyanyikan sebuah lagu dari Mazmur “ Henne mattov umannaim syevet akhim gam yakhad’, Henne mattov syevet akhim gam yakhad’. Alangkah indah kita dapat bertemu di tempat  seperti ini bisa bersatu, indah sekali, dari segala macam suku, segala macam budaya segala macam agama, kita bertemu dalam satu rumah dan rumah itu adalah Indonesia. Maka mari kita katakan di sini Indonesia rumahku, Asia halaman rumahku, Australia, Amerika, Eropa dan Afrika, tempat rekreasiku,” seru Syaykh pada awal penyampaian makalahnya yang mendapat sambutan hangat dari peserta  seminar.
“Jadi kalau kita ingin dihitung orang di dunia, di mana rumahku, jawabnya Indonesia. Saya cinta Indonesia sampai kapan pun,” tambah Syaykh dengan suara lebih tegas membangkitkan semangat para peserta seminar. Para peserta pun tampak makin antusias menyimak pemaparan Syaykh Panji Gumilang. Tak satu pun yang kelihatan ngantuk apalagi meninggalkan tempat duduknya. “Biasanya kalau seminar, pesertanya banyak yang sudah keluar sebelum acara selesai. Tapi kali ini lain, Syaykh Panji Gumilang mampu menyajikan sesuatu yang baru, terbukti acara yang dimulai pada pk 09.00 sampai dengan pk 14.00 itu diikuti dengan serius oleh seluruh peserta seminar sampai dengan selesai,” ujar seorang panitia.
Apalagi dalam sesi tanya jawab, Syaykh menyajikan suatu hal yang baru. Biasanya para peserta (audience) yang diberi kesempatan bertanya oleh moderator dan pemakalah (narasumber) yang menjawab. Tapi kali ini, kebalikannya, justru Syaykh (pemakalah) yang bertanya dan audience yang dipersilahkan menjawab. Sehingga para peserta berkesempatan mengemukakan pikiran-pikiran segarnya. Makanya, gairah dan konsentrasi mengikuti seminar tersebut pun tetap penuh sampai akhir. Tidak seorang pun dari 600 orang lebih peserta itu yang bergeser dari tempat duduknya, mereka dengan penuh antusias mengikuti acara diskusi tersebut.
Selesai memaparkan makalah, Syaykh mengajukan pertanyaan. Pertanyaan pertama: Mengapa nilai-nilai dasar Indonesia (Pancasila) sekarang ini menjadi tidak populer? Dengan antusias peserta memberikan jawaban sesuai dengan sudut pandangnya. Dilanjutkan dengan pertanyaan kedua: UUD 1945 hari ini, benarkah itu UUD 1945? Peserta pun dengan antusias menjawab pertanyaan tersebut dengan visi masing-masing si penjawab. Seterusnya dilanjutkan dengan pertanyaan ke tiga: Sisi mana UUD 1945 hari ini yang paling tidak sesuai dengan Pancasila? Disudahi dengan pertanyaan, keempat: Perlukah kita kembali kepada UUD 1945 yang diumumkan pada tanggal 18 Agustus 1945?
Syaykh AS Panji Gumilang sebagai narasumber didampingi moderator Dr. H. Basukiyanto M.PdSemua pertanyaan itu dijawab dengan antusias, baik dari mahasiswa, guru maupun dosen yang menjadi peserta seminar tersebut. Menurut peserta maupun panitia, cara ini adalah cara yang baru, dan materinya dapat direspon dengan baik. Semua peserta merasa puas.  Kata Syaykh, inilah yang dimaksud dengan metoda: Learning action in action.
Suasana seminar itu pun, secara langsung, telah menunjukkan sebuah proses (buah) pembinaan watak yang penuh semangat, kemauan hidup dan kegigihan, yang merupakan bagian penting dari tema seminar, khususnya makalah yang disampaikan Syaykh al-Zaytun.
Sebagai bangsa, kata Syaykh, kita harus memiliki kemauan hidup yang kuat sehingga eksistensi kehidupan bangsa ini terus berkelanjutan. “Namun berkelanjutan hidup saja pun belumlah cukup. Hidup bangsa barulah dinamakan hidup sejati jika hidupnya memiliki arah dan mempunyai isi. Hidup bangsa barulah sejati jika hidupnya tidak kosong, namun memiliki tujuan yang jelas sehingga menjadi bangsa yang berwatak,” ujarnya.
Untuk itu, lanjut Syaykh, diperlukan suatu pembinaan watak bangsa, yakni character building, yaitu membina watak, membina rokh, membina semangat, yang kaitannya adalah membangun batin manusia, yang memengaruhi segenap pikir dan tingkah laku, budipekerti maupun tabiat.
Menurut Syaykh al-Zaytun, membangun character menjadi sangat diperlukan dalam memaknai kehidupan merdeka yang telah dicapai oleh bangsa kita atas karunia Allah. “Pendahulu kita telah menghantarkan Hidup Merdeka dari kehidupan kolonialis dan imperialis penjajah, karena mereka memiliki kegigihan. Gigih telah menjadi watak mereka, sehingga mampu menghantar dan mewujudkan kemerdekaan kepada bangsanya, mereka itulah para pahlawan,” papar Syaykh.
Introspeksi Nurani
Syaykh mengatakan, hari ini, alangkah baiknya jika kita lebih banyak melihat ke dalam hati nurani masing-masing, menyatakan introspeksi, bertanya kepada diri masing-masing: untuk apa sebenarnya kita dilahirkan ke dunia ini?
Syaykh AS Panji Gumilang, Prof. Kaelan dan Prof. Suwarma saat sebelum seminar dimulaiSyaykh menjawab sendiri pertanyaan itu: “Kita dilahirkan bukan untuk yang lain-lain, kita dilahirkan dan dihidupkan di dunia ini, untuk mengabdi kepada Pencipta kita, mengabdi kepada Pembuat sesama hidup, yaitu Tuhan Robbul’alamin.”
Kemudian, Syaykh lanjut bertanya, dapatkah kita mengabdi kepada Tuhan Robbul’alamin kalau kita tidak memiliki moral hidup terhadap sesama, sesama mahluk, sesama renik-penik yang hidup di semesta alam ini? Menurut Syaykh, pengabdian kepada Tuhan Robbul’alamin mengandung makna: Rukun damai sesama manusia dan sesama bangsa, karena pengabdian kepada Tuhan Robbul’alamin kita mengajak semua manusia hidup rukun damai, saling kerjasama, membantu satu sama lainnya, saling mengangkat derajat hidup masing-masing, baik lahir maupun batin, jasmani maupun ruhani.
Dalam kaitan inilah  Syaykh menekankan kita harus memiliki kemauan hidup sebagai bangsa yang kuat, memiliki hidup sejati sebagai bangsa yang berwatak, sebagaimana telah dikutip pada bagian awal (lead).
Syaykh memaparkan bahwa para pahlawan telah membangun gegap gempita kertaning bumi Indonesia (kegigihan). Diwujudkan dalam bentuk Proclamation of Independence  dan Declaration of Independence sekaligus! “Mengapa mereka bisa?” tanya Syaykh. “Karena jasad mereka memiliki batin yang penuh semangat, memiliki roh yang gilang gemilang dan watak yang gigih,” paparnya.
Dalam pandangan Syaykh, membangun character bangsa adalah membangun pandangan hidup, tujuan hidup, falsafah hidup, rahasia hidup serta pegangan hidup suatu bangsa. Sebagai bangsa, bangsa Indonesia telah memiliki pegangan hidup yang jelas. Dimulai sejak dikumandangkannya Proclamation of Independence Indonesia dan dicetuskannya Declaration of Independence daripada Indonesia, sebagai cetusan kemerdekaan dan dasar kemerdekaan, sekaligus menghidupkan kepribadian bangsa Indonesia dalam arti kata yang seluas-luasnya, meliputi kepribadian politik, kepribadian ekonomi, kepribadian sosial, kepribadian kebudayaan atau kepribadian nasional.
Menurut tokoh pembawa damai dan toleransi ini, untuk mendalami nilai-nilai yang terkandung di dalam Declaration of Independence Indonesia, ada baiknya kita membandingkan dengan Declaration of Independence Amerika, yang dicetuskan oleh Thomas Jefferson, dan Manifesto Komunis yang dicetuskan oleh Karl Marx dan Frederich Engles, yang semuanya itu adalah sangat progresiif pada zamannya masing-masing. Declaration of Independence Amerika menuntut: Hak hidup, hak kebebasan, dan hak mengejar kebahagiaan bagi semua manusia. Dan  Manifesto Komunis mengatakan bahwa: Jikalau kaum proletar di seluruh dunia bersatu padu dan menghancurkan kapitalisme, mereka tak akan kehilangan barang lain daripada rantai belenggunya sendiri, dan sebaliknya akan memperoleh satu dunia yang baru.
“Kita bangsa Indonesia melihat bahwa Declaration of Independence Amerika itu tidak mengandung keadilan sosial atau sosialisme, dan kita melihat bahwa  Manifesto Komunis itu masih harus dipertinggi jiwanya dengan Ketuhanan YME,” kata Syaykh.
Para peserta seminar terdiri para dosen, mahasiswa dan guru sebayak 600 orangOleh itu, menurut Syaykh, kita hormat kepada para pahlawan bangsa yang telah meletakkan nilai-nilai kemerdekaan dan nilai-nilai Declaration of Independence Indonesia, sehingga dengannya mampu mengikat Bangsa Indonesia kepada beberapa prinsip sendiri, dan memberitahu kepada seluruh dunia apa prinsip-prinsip kita itu.
Prinsip-prinsip itu, kata Syaykh, dihimpun oleh pernyataan kemerdekaan dan ketegasan jawab, untuk apa merdeka! Untuk apa kemerdekaan itu? Jawabannya tegas. Kemerdekaan untuk Bersatu. Kemerdekaan untuk Berdaulat. Kemerdekaan untuk Adil dan Makmur. Kemerdekaan untuk Memajukan Kesejahtraan Umum. Kemerdekaan untuk Mercerdaskan Kehidupan Bangsa.
Kemerdekaan untuk Ketertiban Dunia. Kemerdekaan untuk Perdamaian Abadi. Kemerdekaan untuk Keadilan Sosial. Kemerdekaan yang Berkedaulatan Rakyat. Kemerdekaan yang didasari oleh Iman kepada Tuhan YME. Kemerdekaan yang Berkemanusiaan yang Adil dan Beradab. Kemerdekaan yang berdasar kepada Persatuan Indonesia. Kemerdekaan yang berdasar Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Kemerdekaan yang mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Semua itu tercantum di dalam Mukaddimah Undang-undang Dasar Negara Indonesia (Declaration of Independence of Indonesia).
Prinsip-prinsip tersebut telah jelas! Semua itu harus menjadi kepribadian Bangsa Indonesia, menjadi sifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang Indonesia, atau bangsa Indonesia, yang dapat membedakannya dari orang atau bangsa lain. Yakni watak yang menonjol yang ada pada banyak warga suatu kesatuan bangsa Indonesia, yakni kepribadian Nasional Indonesia.
Prinsip-prinsip tersebut, merupakan Amanat Kemerdekaan Indonesia, Amanat Rakyat Indonesia, Amanat Bangsa Indonesia, yakni mereka yang telah tiada, mereka yang hari ini ada dan mereka yang akan ada dikemudian hari, yang sering disebut oleh Bangsa Indonesia sebagai   “Amanat Penderitaan Rakyat.”
Syaykh menyerukan, di saat bangsa Indonesia dalam suasana memperingati Hari Pahlawan 10 November, marilah kita sebagai bangsa, bercermin, dan kaca cermin yang kita gunakan adalah cita-cita kemerdekaan Indonesia, yakni: Merdeka untuk Bersatu, Berdaulat, Adil Makmur, Memajukan Kesejahtraan Umum, Mencerdaskan Kehidupan Bangsa, Ketertiban Dunia, Perdamaian Abadi, Keadilan Sosial, Berkedaulatan Rakyat, Iman kepada Tuhan YME. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawatan/Perwakilan, mewujudkan Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
Dari cermin tersebut kita dapat bertanya, sudah seperti yang dikehendaki oleh amanat kemerdekaankah Kepribadian Nasional Bangsa Indonesia? Kepribadian Nasional yang meliputi kepribadian politik kepribadian sosial kepribadian kebudayaan, semua semestinya berkiblat kepada cita-cita utama atau amanat kemerdekaan dan deklarasi kemerdekaan Indonesia yang jelas tersebut.
Oleh karenanya, lanjut Syaykh, menciptakan dan mewujudkan kesadaran terhadap jiwa kemerdekaan dan deklarasi kemerdekaan itu, harus terus diusahakan, dalam bentuk program nasional, dituangkan dalam bentuk pendidikan yang jelas, yang dapat dijiwai oleh segala lapisan rakyat Indonesia. Diberikan sejak usia dini, dibangku sekolah, di kancah organisasi massa, di arena partai politik di segala kesempatan pelaksanaan kaderisasi, sehingga dapat dijiwai oleh segenap warga negara.
Rujukan Karakter Bangsa
Syaykh al-Zaytun menegaskan bahwa membangun character bangsa rujukannya pun jelas yakni merujuk kepada jiwa proklamasi dan deklarasi kemerdekaan. “Kita sebagai bangsa harus yakin dan meyakini bahwa jiwa tersebut tetap relevan dengan perubahan zaman yang sekarang terjadi,” katanya. Sebab, menurut Syaykh, cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia sangat universal, manusiawi adanya, sehingga tidak akan terhambat oleh kemajuan zaman apa pun bentuknya.
Syaykh Al-Zaytun beserta sahabat berpose di samping makam HM Soeharto“Adapun bila di saat-saat ini, terjadi kesunyisenyapan bangsa Indonesia terhadap cita-cita kemerdekaan dan deklarasi kemerdekaannya, itulah suatu kelengahan, yang harus segera disadarkan kembali, digugah kembali, diyakinkan kembali, tidak ada kata terlambat dalam membangun suasana sadar,” Syaykh mengingatkan.
Adapun bentuk perubahan dunia, menurut Syaykh, seluruh ummat manusia di dunia ini tetap mendambakan perikemanusiaan, perdamaian, persahatan antar bangsa bebas dari penindasan antar sesama maupun antar negara, dan hal itu merupakan kandungan cita-cita kemerdekaan dan deklarasi kemerdekaan Indonesia.
Syaykh pun mengingatkan pesan yang terkandung dalam lagu kebangsaan Indonesia Raya terdapat satu diktum kalimat yang berbunyi “Hiduplah Indonesia Raya”. Negara kita Indonesia Raya, hidup dan akan terus hidup serta tegak berdiri di atas dasar: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Untuk kesekian kalinya, Syaykh menjelaskan bahwa nilai-nilai dasar negara Indonesia ini, sepenuhnya merupakan ajaran Ilahi, yang dapat berlaku untuk semua rakyat dan bangsa Indonesia. Nilai-nilai dasar negara ini merupakan ideologi modern, untuk masyarakat majemuk yang modern, yakni masyarakat Indonesia. Semuanya adalah manifestasi daripada taqwa.
Menurut Syaykh, negara adalah sebuah wahana Darma Bhakti, pengabdian dan ibadah. “Maka pengabdian dalam sebuah negara asasnya adalah taqwa. Kalau dianalogkan, negara analoginya adalah masjid, tempat sujud (pengabdian). Maka masjid itu harus didirikan di atas asas landasan taqwa,” jelasnya. Lalu mengutip QS At Taubah 108: “Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.”
Kemudian, lanjut Syaykh, negara yang merupakan wahana aktivitas dan interaksi sesama warga (bergotong royong), maka segala aktivitas dan interaksi mereka (gotong royong) harus dilakukan di atas taqwa juga. Dalam kaitan ini, Syaykh mengutip QS Al-Maidah: 2: “dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”
Karenanya, Syaykh memaparkan, sebagai nilai-nilai dasar yang modern, juga menjadi ideologi yang dinamis; dimana watak ideologi dinamis itu adalah terbuka. Konsekuensinya, seluruh nilai yang terkandung di dalam konstitusi (UUD) negara sepenuhnya harus berlandaskan ideologi dan nilai-nilai dasar negara tersebut. Tafsir daripada nilai-nilai dasar negara yang baku sesungguhnya adalah konstitusi atau UUD negara. Karenanya, UUD menjadi tidak relevan bahkan tidak valid bila bertentangan dengan nilai-nilai dasar negara.
“Karena tafsir nilai-nilai dasar negara yang paling baku adalah konstitusi/UUD, maka jika individu, kelompok, lembaga non pemerintah maupun pemerintah yang bertindak, berlaku konstitusional, maka ia adalah penjunjung dan pengamal nilai-nilai dasar negara, harus dihormati oleh siapa pun warga bangsa ini,” kata Syaykh, lalu menguraikan pemahaman dan tafsir atas lima nilai-nilai dasar negara RI.
Ketuhanan Yang Maha Esa
Memahami substansi nilai-nilai dasar negara adalah menjadi hak dan kewajiban setiap warga negara. Tatkala memahami Ketuhanan sebagai pandangan hidup ini maknanya: mewujudkan masyarakat yang beketuhanan, yakni masyarakat yang anggotanya dijiwai oleh semangat mencapai ridlo Tuhan/Mardlatillah, melalui perbuatan-perbuatan baik bagi sesama manusia dan kepada seluruh makhluk.
Karenanya, membangun Indonesia berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa adalah membangun masyarakat Indonesia yang memiliki jiwa maupun semangat untuk mencapai ridlo Tuhan dalam setiap perbuatan baik yang dilakukannya. Dari sudut pandang etis keagamaan, negara berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa itu adalah negara yang menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama dan beribadat menurut agama dan kepercayaan masing-masing.
Dari dasar Ketuhanan Yang Maha Esa ini pula menyatakan bahwa suatu keharusan bagi masyarakat warga Indonesia menjadi masyarakat yang beriman kepada Tuhan, dan masyarakat yang beragama, apapun agama dan keyakinan mereka.
Selanjutnya, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Sejarah adalah wujud pengalaman manusia untuk berperadaban dan berkebudayaan, karenanya, peradaban, politik, dan kebudayaan adalah bagian dari pada kehidupan manusia.
Kemanusiaan, sangat erat hubungannya dengan ketuhanan. Ajaran Illahi menjadi tidak dapat diimplementasikan jika tidak wujud sikap kemanusiaan yang hakiki. Struktur pemerintahan tidak sepenting semangat perwujudan kemanusiaan yang adil dan beradab yang jauh dari pada pendendam dan egoistik/ananiyah.
Demokrasi yang paling menyeluruh sekalipun akan membawa sengsara, jika rakyat tidak memiliki sikap kemanusiaan yang adil dan beradab/jujur, apapun sistem pemerintahan yang ditempuh, tanpa semangat kemanusiaan yang adil dan beradab sengsara jua ujungnya.
Kemanusiaan yang adil dan beradab memerlukan kesetiaan pada diri ketika menjalani kehidupan, kemanusiaan yang adil dan beradab adalah sebuah semangat dan kegigihan mengajak masyarakat agar kembali ke pangkal jalan dan membangun kembali revolusi bathin masing-masing, mendisiplinkan diri dengan baik, untuk menemukan kendali dan penguasaan diri.
Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah suatu kemampuan untuk menyeimbangkan antara kemakmuran lahiriyah dengan kehidupan ruhaniyah.
Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah semangat mempersiapkan generasi penerus yang mampu melihat lebih dari kepentingan diri sendiri serta memiliki perspektif yang jelas untuk kemajuan masyarakatnya.
Kemanusiaan yang adil dan beradab, adalah pembentukan suatu kesadaran tentang keteraturan, sebagai asas kehidupan sebab setiap manusia mempunyai potensi untuk menjadi manusia sempurna, yakni manusia yang berperadaban. Manusia yang berperadaban tentunya lebih mudah menerima kebenaran dengan tulus, dan lebih mungkin untuk mengikuti tata cara dan pola kehidupan masyarakat yang teratur, yang mengenal hukum. Hidup dengan hukum dan peraturan adalah ciri masyarakat berperadaban dan berkebudayaan.
Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah semangat membangun pandangan tentang kehidupan masyarakat dan alam semesta untuk mencapai kebahagiaan dengan usaha gigih.
Kemanusiaan yang adil dan beradab menimbulkan semangat universal yang mewujudkan sikap bahwa semua bangsa dapat dan harus hidup dalam harmoni penuh toleransi dan damai.
Kemanusiaan yang adil dan beradab akan menghantar kehidupan menjadi bermakna, karena dicapai dengan berbakti tanpa mementingkan diri sendiri demi kebaikan bersama.
Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah suatu sikap revitalisasi diri, untuk memupuk dinamisme kreatif kehidupan, yang menghantarkan seseorang menjadi selalu dinamis, selalu sensitif dan peka pada gerak perubahan dan pembaharuan.
Revitalisasi diri sebagai buah kemanusiaan yang adil dan beradab, tidak terbatas bagi pemeluk agama tertentu siapapun dengan agama apapun dapat melakukannya. Semakin teguh seseorang menempuh kemanusiaan yang adil dan beradab, semakin rendah hati, dan semakin teguh keyakinannya semakin murah hati pula. Dalam hal ini, misi tulen agama adalah untuk memupuk pembentukan sifat dan menggalakkan usaha menguasai diri, yakni toleran dan damai.
Persatuan Indonesia
Persatuan adalah gabungan yang terdiri atas beberapa bagian yang telah bersatu. Persatuan Indonesia adalah suatu landasan hidup bangsa atau sistem, yang selalu mementingkan silaturahim, kesetiakawanan, kesetiaan, dan keberanian.
Kehadiran Indonesia dan bangsanya di muka bumi ini bukan untuk bersengketa. Indonesia wujud dan hidup untuk mewujudkan kasih sayang sesama bangsa maupun antarbangsa.
Persatuan Indonesia, bukan sebuah sikap maupun pandangan dogmatik dan sempit, namun harus menjadi upaya untuk melihat diri sendiri secara lebih objektif dengan dunia luar. Suatu upaya untuk mengimbangi kepentingan diri dengan kepentingan bangsa lain, atau dalam tataran yang lebih mendalam antara individu bangsa dan alam sejagad, yang merupakan suatu ciri yang diinginkan sebagai warga dunia.
Dalam jangka panjang, prinsip persatuan Indonesia harus menjadi asas ruhaniah suatu peraturan-peraturan dan struktur membangun satu orde antarbangsa yang adil.
Persatuan Indonesia harus mampu menanamkan pemikiran terbuka dan pandangan jauh bagi bangsa Indonesia, sebab hanya mereka yang berpandangan jauh dan berpikiran terbuka yang dapat mendukung aspirasi ke arah internasionalisme maupun globalisme.
Persatuan Indonesia seperti ini, akan mengantar rakyat Indonesia memiliki kebanggaan yang tulus tentang identitas mereka sebagai warga negara maupun warga dunia. Pandangan dan sikap seperti ini tidak akan melenyapkan ciri-ciri unggul suatu bangsa, malahan akan dapat memantapkan ciri-ciri unik sebuah masyarakat bangsa, yakni masyarakat bangsa yang sadar terhadap tanggung jawab global, bersatu dalam mewujudkan persatuan universal, masing-masing menyumbangkan keistimewaannya.
Persatuan Indonesia seperti ini akan mampu menyingkirkan permusuhan internal bangsa, sebab pencapaiannya tidak melalui kekuatan militer, melainkan melalui tuntutan ilmu, dan peradaban yang membudaya dalam kehidupan masyarakat. Persatuan Indonesia yang berpegang pada prinsip bahwa kemajuan kebudayaan dapat menyamai nilai-nilai universal, sehingga dapat menjadi kekuatan yang dapat mengangkat harkat martabat rakyat untuk menjadi warga negara dan seterusnya warga dunia yang baik.
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Suatu landasan yang harus mampu mengantar kepada prinsip-prinsip republikanisme, populisme, rasionalisme, demokratisme, dan reformisme yang diperteguh oleh semangat keterbukaan, dan usaha ke arah kerakyatan universal. Prinsip-prinsip kerakyatan seperti ini, harus menjadi cita-cita utama untuk membangkitkan bangsa Indonesia meyadari potensi mereka dalam dunia modern, yakni kerakyatan yang mampu mengendalikan diri, tabah menguasai diri, walau berada dalam kancah pergolakan hebat untuk menciptakan perubahan dan pembaruan.
Yakni kerakyatan yang selalu memberi nafas baru kepada bangsa dan negara dalam menciptakan suatu kehidupan yang penuh persaingan sehat.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan adalah kerakyatan yang dipimpin oleh pendidikan yang mumpuni. Sebab pendidikan merupakan prasyarat untuk menyatukan rohaniah.
Pendidikan adalah tonggak utama makna daripada hikmah kebijaksanaan. Hikmah kebijaksanaan atau pendidikan akan mewarnai kerakyatan yang penuh harmoni, toleransi dan damai, jauh daripada sikap radikalisme apalagi terorisme.
Hikmah kebijaksanaan atau pendidikan, mampu menciptakan interaksi dan rangsangan interdependensi antar manusia dalam lingkungan bangsa yang multikultural dan majemuk. Sebab manusia berpendidikan akan selalu menghormati suatu proses dalam segala hal.
Hikmah kebijaksanaan atau pendidikan menjadi pedoman kerakyatan, sebab ia merupakan cara yang paling lurus dan pasti, menuju ke arah harmoni, toleransi dan damai. Pendidikanlah yang memungkinkan kita selaku rakyat suatu bangsa dapat bersikap toleran atas wujud kemajemukan bangsa.
Hikmah kebijaksanaan menampilkan rakyat berpikir pada tahap yang lebih tinggi sebagai bangsa, dan membebaskan diri daripada belenggu pemikiran berazaskan kelompok dan aliran tertentu yang sempit.
Karenanya membangun hikmah kebijaksanaan adalah membangun pendidikan, dan itulah hakekat membangun kerakyatan yang berperadaban yang kaya akan kebudayaan, yakni kerakyatan yang terhindar dari saling curiga dan permusuhan.
Mewujudkan Suatu Keadilan Sosial
Mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah merupakan tujuan dari cita-cita bernegara dan berbangsa, menyangkut keilmuan, keikhlasan pemikiran, kelapangan hati, peradaban, kesejahteraan keluarga, keadilan masyarakat dan kedamaian.
Itu semua bermakna mewujudkan keadaan masyarakat yang bersatu secara organik yang setiap anggotanya mempunyai kesempatan yang sama untuk tumbuh dan berkembang serta belajar hidup pada kemampuan aslinya. Dengan mewujudkan segala usaha yang berarti yang diarahkan kepada potensi rakyat, memupuk perwatakan dan peningkatan kualitas rakyat sehingga memiliki pendirian dan moral yang tegas.
Mewujudkan suatu keadilan sosial, juga berarti mewujudkan azas masyarakat yang stabil yang ditumbuhkan oleh warga masyarakat itu sendiri, mengarah pada terciptanya suatu sistem teratur yang menyeluruh melalui penyempurnaan pribadi anggota masyarakat, sehingga wujud suatu cara yang benar bagi setiap individu untuk membawa diri dan suatu cara yang benar untuk memperlakukan orang lain.
Karenanya, mewujudkan suatu keadilan harus menjadi suatu gerakan kemanusiaan yang serius, dan sungguh-sungguh dilakukan oleh rakyat, dengan metoda dan pengorganisasian yang jitu sehingga tujuan mulia ini tidak berbalik menjadi paradoks dan kontradiktif yakni menjadi gerakan pemerkosaan terhadap nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan. Demikian Syaykh Panji Gumilang.
Ziarah ke Makam HM Soeharto
Setelah tampil sebagai pembicara penutup pada Seminar Nasional Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang diselenggarakan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pancasakti, Tegal, Sabtu, 27 November 2010 di kampus universitas tersebut di Jln. Halmahera KM 1 Tegal, Syaykh al-Zaytun bersama beberapa eksponen Al-Zaytun berziarah ke Maham Jendral Besar HM. Soeharto di Astana  Giri Bangun di desa Karang Bangun Kecamatan Matese Karanganyar, Jawa Tengah.
Syaykh bersama para sahabat mendapat sambutan hangat dari penjaga makam. Petugas penjaga Makam pun memberi penjelasan tentang beberapa hal di Makam Astana Giri Bangun tersebut. Pada kesempatan ziarah tersebut Syaykh dan para sahabat berdoa dengan khusuk. Almarhum HM Soeharto, Presiden RI Kedua, pada hari-hari akhir hidupnya, sangat berbahagia dengan eksistensi, visi dan misi Al-Zaytun sebagai Pusat Pendidikan dan Pengembangan Budaya Toleransi dan Perdamaian.
Dalam kondisi kesehatan yang sudah sangat menurun, HM Soeharto masih menyempatkan diri berkunjung, bahkan menginap di Kampus Al-Zaytun, di Indramayu. Sebagaimana para tokoh (sahabat) lainnya, HM Soeharto selalu mendapat sambutan hangat dari segenap civitas Al-Zaytun, baik tatkala beliau dihujat banyak orang maupun saat-saat akhir hidupnya. Nama HM Soeharto pun diabadikan di Kampus Al-Zaytun, dengan pemberian nama gedung perkuliahan Universitas Al-Zaytun Indonesia, Gedung HM Soeharto.BI/Tim AZ (Berita Indonesia 81)


Pencapaian Minimal Pendidikan Indonesia Menjelang 2020


E-mailPrintPDF

 Dr Abdussalam Rasyidi Panji GumilangPelaku Didik (Guru) Prof Mahmud Yunus dalam buku panduan pendidikan (al-Tarbiyah wa al-Ta’lim) pernah mengatakan bahwa sistem maupun metode lebih penting dari pada materi ajar, namun guru dan pendidik lebih penting dari keduanya. Tidak siapa pun yang mengerti pendidikan meletakkan guru sebagai unsur pendidian yang tidak bermakna, dari zaman ke zaman guru menjadi pemegang peranan terpenting dalam proses pendidikan. Guru dapat mengantar suasana belajar menjadi favorable.
Guru mesti dihargai dan dihormati dalam arti seluas-luasnya. Namun dalam menetapkan guru sebagai pelaku didik harus melalui proses seleksi yang jelas, berdasarkan cita-cita dan tujuan pendidikan. Sebab, kalau tidak, dari guru juga akan dapat menciptakan berbagai aktivitas yang kontraproduktif terhadap makna dan tujuan pendidikan. Berbagai kejadian sering kita temukan dalam pengalaman mendidik keseharian dalam sekolah maupun kelas.
Guru dalam kegiatannya sebagai pelaku didik, akan meningkat kualitasnya jika selalu tampil sebagai the facilitator dalam elemen dasar action learning, pada pembimbingan tim (grup peserta didik) dalam menghadapi problem belajar, menciptakan tim yang mampu bertanya dan berproses merefleksi problem, memfasilitasi tim untuk memiliki kebulatan tekad (resolusi) mengambil tindakan, dan memfasilitasi team agar selalu memiliki komitmen belajar yang tinggi.
Belakangan ini, di zaman kebebasan dan reformasi, guru justru dapat menciptakan suasana kontraproduktif dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Guru dapat menciptakan libur total pada hari-hari yang mestinya untuk belajar, hanya karena dorongan kebebasan menyampaikan pendapat berbentuk demonstrasi yang memakan waktu lama dan melibatkan seluruh guru dan murid dari segala lapisan yang ada dalam satu wilayah pemerintahan daerah.
Biasanya guru, dalam memecahkan problem, selalu tampil dengan metode pendidikan yang elegan, baik berupa tekanan maupun dukungan terhadap orang lain yang dihadapi, namun kenyataan yang berjalan di sebuah wilayah daerah di Indonesia yang sedang terjadi adalah pemogokan proses belajar mengajar, bahkan mendapat dukungan dari berbagai pihak yang mestinya ikut menyelesaikan persoalan yang sedang terjadi. Semoga semua itu dapat dijadikan pelajaran bagi semua pihak, dan “peradaban””the end justifies the means tidak merasuk ke dalam tataran kehidupan unsur pokok pengemban pendidikan.
Keseimbangan Dana
Dalam menghadapi Indonesia modern, tuntutan masyarakat terhadap pemerintah semakin meningkat, dalam bentuk peningkatan anggaran pendidikan. Memang idealnya anggaran pendidikan yang disediakan pemerintah harus setinggi mungkin. Namun jika itu dilaksanakan juga, akan menjadi satu dilema. Sebab untuk memenuhi anggaran belanja dan pendapatan pemerintah belum siap memerintah tanpa utang luar negeri. Itu artinya semakin ditingkatkan berbagai macam anggaran perbelanjaan, semakin membengkak jumlah hutang yang akan ditanggung oleh rakyat, dan semakin dalam jurang kemiskinan rakyat Indonesia.
Statis: Sejarah pendidikan Indonesia selama ini belum mempersiapkan siswa untuk berpikir dan bersikap mandiri yang kreatifSedangkan membangun pendidikan Indonesia modern wajib kita tempuh, oleh karenanya kita sebagai bangsa harus mencari dan menemukan jalan keluar yang rasional dan humanis. Masih banyak jalan keluar sebagai solusi problem tersebut. Berpikir dan berusaha untuk kemajuan pendidikan Indonesia modern tidak boleh berhenti. Seluruh masyarakat Indonesia untuk perkara pendidikan ini akan memiliki pemikiran yang sama bahwa pendidikan Indonesia modern pasti terlaksana, kini dan seterusnya, sebab jika tidak, akan menjadi tidak bermakna berbangsa dan bernegara ini, atau akan terkucil bahkan sirna dari peredaran bangsa-bangsa di dunia ini.
Seperti telah diuraikan, bahwa anggaran pendidikan Indonesia harus ditingkatkan. Untuk peningkatan itu, peta sikap bangsa ini tergambar seperti berikut: Pemerintah akan mau meningkatkan, namun risikonya bangsa menanggung beban utang luar negeri, karena pola pemerintahan Indonesia adalah ditakdirkan sebagai pola pengutang.
Selanjutnya rakyat Indonesia pun terbagi menjadi berbagai sikap. Ada yang bersikap segala sesuatu mborongkerso apa yang telah disikapi oleh pemerintah, dan ada pula yang bersikap segala sesuatu yang dilakukan oleh pemerintah selalu tidak cocok bagi pemikirannya, namun tidak pernah menampilkan jalan keluar, atau jalan keluarnya hanya berbentuk kritik dan kritik, yang kalau kritiknya itu diserahkan kepadanya untuk melaksanakannya in action juga tidak dapat dilakukannya.
Namun pasti ada sekelompok bangsa Indonesia yang sanggup dan dapat berbuat menggabungkan dua kelompok yang berbeda dalam menghadapi problem pendanaan pendidikan Indonesia modern yang dicita-citakan bersama tersebut. Yakni menyeimbangkan anggaran pendapatan dan belanja pendidikan yang seimbang, yang tidak menyerahkan kepada utang luar negeri saja, tapi juga tidak hanya terus-menerus menekan pemerintah untuk menaikkan anggaran pendidikan dengan tidak mau tahu apa yang dibuat.
Tokoh bangsa Indonesia dalam soal pendidikan ini telah memberi nasihat kepada bangsanya agar mampu tampil: Ing ngarso sung tulodo Ing madyo mangun karso Tutwuri handayani (Ki Hajar Dewantara). Nasihat ini sepertinya diartikan dalam ruang lingkup sempit oleh bangsa Indonesia. Biasanya hanya dipergunakan dalam urusan guru, bahkan lebih sempit lagi untuk guru yang sedang mengajar dalam kelas.
Padahal kalau kita semua mencerna secara mendalam redaksi nasihat itu, cakupannya amat-sangat luas. Termasuk juga dalam urusan mencipta, menggerak, dan menata segala sesuatu yang berkenaan dengan urusan pendidikan secara luas, termasuk di dalamnya adalah urusan pendanaan pendidikan. Menciptakan dana penuh kemandirian, menggerakkan dana pendidikan pada gerakan yang sihat dan tepat, dan menata serta me-manage dana pendidikan secara jujur dan tepat sasaran.
Di Indonesia ini bangsanya pasti masih banyak yang miskin, tapi tidak sedikit jumlah orang kayanya, dan banyak juga warga bangsanya yang memiliki jiwa mandiri dan bebas yang penuh semangat entrepreneurship. Jika ketiga-tiganya ini diseimbangkan dalam satu ikatan kebersamaan menghadapi problem pendidikan Indonesia modern, pasti akan dahsyat hasilnya.
Kepada kelompok bebas, mandiri, dan berjiwa entrepreneur, mari kita mulai melangkah memberi keberpihakan berupa pertolongan yang real bagi sebagian besar rakyat Indonesia yang masih tergolong miskin agar mereka selamat dan terbebas dari kebodohan sebab jika itu tidak dapat dengan segera kita lakukan, sebagian kecil orang kaya Indonesia juga menjadi tidak selamat. John F. Kennedy pernah mengingatkan bangsanya: “Jika kelompok masyarakat bebas tidak dapat menolong sebagian besar orang miskin, maka mereka pun tidak dapat menyelamatkan sebagian kecil orang kaya”.
Kita masih berkeyakinan dapat menjalankan berbagai pesan tokoh kemanusiaan yang telah disampaikan tadi, sekalipun kita begelimang hidup di tengah-tengah zaman Indonesia yang serba nyungsang, yakni zaman, Ing ngarso mangun karso, ing madyo numpuk bondo, tutwuri hanjegali. Kalau dibahasakan dalam bahasa halusnya adalah zaman bid’ah dari pesan leluhurnya yang agung.
Menciptakan Subsidi Silang Pendidikan
Skema subsidi silang ini diciptakan untuk menanggulangi dana pendidikan, dilaksanakan dalam bentuk operasional pendidikan, didapat dari orang berada (kaya) dan diperuntukkan bagi kelompok tidak mampu (miskin). Skema ini diciptakan untuk memosisikan derajat orang kaya dalam posisi terhomat dan mengangkat harkat orang miskin pada posisi terhormat.
Target: Untuk menghasilkan generasi Indonesia produk pendidikan Indonesia modern mesti ada ukuran minimal pencapaiannya dalam waktu tertentuCaranya, Yayasan (badan usaha pelaksana pendidikan swasta) menyelenggarakan pendidikan untuk orang kaya dengan fasilitas pendidikan yang memadai, sesuai dengan hajat dan selera pengguna pendidikan tersebut. Darinya didapat imbalan jasa penyelenggaraan yang seimbang.
Dari jasa penyelenggaraan yang diperoleh, sebagian (10-20%) diperuntukkan sebagai subsidi penyelenggaraan dan pembangunan pendidikan Indonesia modern di desa-desa miskin. Pelaksanaannya tetap dalam manajemen yayasan tersebut, yakni swasta, agar akselerasinya dapat terlaksana dan jauh dari kesimpangsiuran birokrasi.
Pelaksanaan pendidikan excellentuntuk masyarakat kaya tersebut diselenggarakan di berbagai tempat yang dapat dijangkau atau di kota-kota yang biasanya banyak terdapat orang kaya. Kita yakin 1% dari setiap penduduk kota di Indonesia terdiri dari orang kaya yang mau merespon skema subsidi silang pendidikan tersebut.
Kalau perlu ukuran sekolah yang diselenggarakan untuk keluarga kaya tersebut yang setinggi-tingginya mutu maupun kualitasnya dan juga mewah penampilannya. Toh tidak akan menimbulkan kecemburuan sosial, sebab dari situ akan turun dana pendidikan bagi keluarga miskin. Ini merupakan salah satu jalan yang dapat menjembatani jauhnya jarak antara masyarakat kaya dan miskin yang bersistem.
Dilaksanakan dengan kesantunan sosial oleh kaum kaya dan keberadaban sosial yang dilakukan oleh kaum miskin. Jika ada yayasan yang sanggup melaksanakannya, sangat boleh jadi akan menjadi tren baru yang cukup beradab dalam memecahkan problem pendidikan Indonesia modern yang didambakan oleh warga bangsa Indonesia.
Dengan semangat otonomi daerah, skema subsid silang pendidikan ini dapat dijadikan model baru industri (industri pendidikan). Para investor akan dapat memasuki domain usaha yang sangat terhormat, yang tidak hanya berorientasi pada profit oriented, namun masuk dalam domain usaha yang profit dan social oriented, terhormat di sisi umat manusia dan terpuji di sisi Tuhan YME. Dan karenanya akan tercipta persaingan sihat dalam penyelenggaraan pendidikan Indonesia modern antara pendidikan yang dilaksanakan oleh swasta bertanggung jawab dan pendidikan negeri yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam mencapai Indonesia kuat.
Jika Indonesia kuat dalam pendidikannya, akan banyak umat manusia yang merasa gembira, banyak negara yang merasa tenteram, sebab Indonesia adalah bangsa besar, rakyatnya sangat banyak, empat besar penduduk dunia, jika rakyat Indonesia terdidik dengan baik, Indonesia akan menjadi aman, duniapun akan merasakan keamanan yang ditimbulkan oleh keamanan Indonesia, jika sebaliknya, maka banyak warga dunia yang menjadi was-was bahkan ngeri terhadap Indonesia. Alangkah nistanya bila hal yang negatif itu terjadi, semoga Tuhan melalui usaha bangsa Indonesia yang sungguh-sungguh, menjauhkan dari hal yang mengerikan itu.
Bagaimana halnya dengan pelaksanaan pendidikan yang mendapat subsidi silang tersebut? Penyelenggaraannya dilaksanakan di sentra-sentra penduduk miskin, sarana prasarananya dibangun dan disediakan selaras dengan ukuran pendidikan modern, yang dapat mengangkat kecerdasan, kesihatan, kemandirian, dan lain-lain persyaratan untuk pendidikan modern, dari tingkat dasar sampai menengah atas. Sehingga dalam tempo yang jelas pendidikan di pedesaan, citra, kualitasnya dapat dijembatani persamaannya dengan pendidikan yang maju di kota-kota.
Karenanya pendidikan masyarakat miskin (kebanyakan di desa) pencapaiannya minimal sampai kepada kelas 12 (berpendidikan formal 12 tahun). Oleh karenanya kerawanan bangsa dalam bentuk kebodohan dan kemiskinan setapak demi setapak dapat dieleminir, yang selanjutnya generasi baru Indonesia akan dapat menguasai kunci untuk menyambut dan membuka masa depan yang menjanjikan.
Citra Pendidikan Indonesia Modern
Pendidikan dan sekolah akan sangat memengaruhi pada pembentukan perilaku peserta didik dan jalannya proses pendidikan formal. Karenanya pendidikan (sekolah) Indonesia modern kini dan mendatang harus selalu up to date dan berkualitas, tidak boleh asal-asalan dalam segala seginya. Sekolah Indonesia harus memiliki citra/image sebagaimana image yang dimiliki oleh sekolah berkualitas antarbangsa. Image sekolah yang berkualitas biasanya selalu menampilkan school-image seperti berikut:
a. School as a factory (sekolah laksana perusahaan). Metafor sekolah laksana perusahaan, menekankan suatu image pada teori pendidikan dan praktik. Metafor perusahaan, karena sifatnya memproduksi massal, teknik jaringan pemasangan (assembly) dan quality control. Kepala Sekolah sebagai manajer, guru sebagai karyawan dan murid sebagai produk yang harus digerakkan dan dibentuk.
b. School as a hospital (sekolah laksana rumah sihat). Metafor a hospital untuk sekolah adalah dalam membedakan manajemen dan putusan-putusan profesional, laksana hospital dalam pengajaran diagnosis perspektif, pengajaran individu dan sederet tes serta pendekatan yang bersifat klinik.
c. School as a log (sekolah laksana log), mengacu kepada bentuk sekolah klasik di mana dasar-dasar yang ditekankan, guru diberi penghormatan dan status yang tinggi, diseleksi secara cermat dan ditunjang dengan materi dan sumber-sumber lainnya.
d. School as a family (sekolah laksana keluarga), menunjukkan bahwa murid harus dilayani/diperlakukan sebagai individu yang utuh, seluruh anak didik harus dididik dan mereka tidak dipaksa sebelum mereka siap. Model ini mengasumsikan bahwa hubungan antara guru dan murid adalah paling penting dalam kegiatan pendidikan di sekolah.
e. School as a war zone (sekolah laksana zona perang), metafor ini menggambarkan antara konflik dan damai dan aksi agreif merupakan bagian yang diharapkan dalam kehidupan sekolah dan kelas. Kalah dan menang lebih penting dari pada cooperation and accommodation.
f. School as a knowledge work organization (sekolah sebagai organisasi kerja ilmu pengetahuan). Sekolah sebagai tempat kerja merupakan pandangan yang paling banyak dianut. Dikuatkan dengan adanya berbagai pekerjaan tugas dari sekolah, berupa pekerjaan rumah, pekerjaan kelas, dan pekerjaan lainnya. Karenanya, sekolah sebagai organisasi kerja ilmu pengetahuan. Peserta didik ke depan akan menjadi pekerja ilmu pengetahuan (knowledge workers).
Mencipta/mewujudkan image atau citra pendidikan Indonesia modern seperti yang diurai tadi, merupakan usaha besar yang wajib ditempuh oleh seluruh kekuatan warga bangsa Indonesia tanpa terkecuali, pemerintah, swasta, pemimpin dan rakyat, kaya dan miskin. Dengan image pendidikan seperti itu, maka sekolah dan pendidikan Indonesia modern merupakan proses pendidikan terbuka yang mudah dimasuki dan menerima ide-ide dan konsep-konsep baru yang selalu muncul.
Guru, murid, masyarakat, dan sistem menjadi terpadu. Sejarah pendidikan Indonesia selama ini belum mempersiapkan siswa untuk berpikir dan bersikap mandiri yang kreatif, seperti image sekolah yang diuraikan tadi. Yang dikembangkan selalu mengarah kepada penguasaan sesuatu yang dipersiapkan untuk menjadi pegawai yang setia dan patuh, bukan pengembangan kecerdasan, kepekaan, dan kesadaran sebagai entrepreneur.
Mari semua itu kita jadikan masa lalu dan kita tinggalkan. Sebab bangsa yang tidak sanggup dan siap meninggalkan masa lalunya, itu merupakan pertanda bahwa bangsa tersebut tidak berkeiginan untuk menampilkan generasi yang kuat, berketahanan fisik, berkecerdasan pikir, dan berkecepatan reaksi.
Mari kita tinggalkan paradigma pendidikan Indonesia masa lalu, dan kita persiapkan bangsa ini melalui pendidikan, agar mereka mampu menjadi leader, pemimpin yang sesuai dengan ciri kepemimpinan abad ini minimal untuk memimpin dirinya sendiri. Bangsa Indonesia melalui pendidikan Indonesia modern harus mampu mengantarkan generasi produk pendidikan yang bercirikan abad 21 ini:
a. Systems thinker (pemikir sistem-sistem) yang mampu menggabungkan antara isu, kejadian, dan data secara utuh/ terpadu.
b. Change agent (agen perubahan) berkemampuan mengembangkan pemahaman dan memiliki kompeten tinggi dalam menciptakan dan me-manage perubahan (change) bagi kehidupan bangsa agar dapat bertahan hidup.
c. Innovator and risk taker, yakni pembaru dan berani mengambil risiko, terbuka terhadap perspektif yang luas dan kemungkinan-kemungkinan yang esensial dalam menentukan tren dan menggerakkan pilihan.
d. Servant and steward, kemampuan dan berupaya untuk meningkatkan pelayanan kepada yang lain, pendekatan holistik untuk bekerja, memiliki a sense of community dan berkemampuan membuat keputusan bersama.
e. Polychronic coordinator, yang mampu untuk dapat mengoordinasikan banyak hal dalam waktu yang sama yang harus dapat bekerja bersama dengan orang lain.
f. Instructur, Coach and Mentor, yang mampu tampil sebagai pembantu orang lain untuk belajar, menciptakan banyak pendekatan yang beraneka, sebagai instruktur, pelatih dan mentor (penasihat yang bijak).
g. Visionary and vision builder, yang mampu membantu membangun visi bangsa/negaranya dan memberi inspirasi bagi segenap lapisan masyarakat yang diposisikan sebagai pelanggan dan kolega.
Ukuran Minimal Pencapaian
Tujuh karakteristik generasi Indonesia produk pendidikan Indonesia modern seperti yang telah diuraikan itu mesti ada ukuran minimal pencapaiannya dalam waktu tertentu. Untuk itu semua, mari kita buat kesepakatan bersama, dalam mengantar generasi baru Indonesia modern ini minimal untuk kurun waktu 2020 yang menjelang datang besok pagi nan tak terlalu lama lagi. Kalau boleh kesepakatan itu kita namakan Kesepakatan Pencapaian Minimal Pendidikan Indonesia Modern di Tahun 2020, yakni:
1.  Menjelang 2020 semua anak Indonesia umur sekolah tanpa kecuali, mesti telah memasuki sekolah dengan segera.
2. Menjelang 2020 tingkat tamatan SMA menjadi terus bertambah sampai 95%.
3. Menjelang 2020 Pelajar Indonesia tahun ke-4, 8, 12 telah berkemampuan mendemonstrasikan kompetensi mereka dalam berbagai materi subyek yang sangat menantang, termasuk Bahasa Indonesia, Inggris, Arab, Mandarin, Matematika, Sains, Sejarah, Geografi. Setiap lembaga pendidikan Indonesia modern dapat menjamin bahwa setiap pelajar mampu belajar menggunakan pemikiran mereka dengan baik dan telah dipersiapkan sebagai warga negara yang bertanggung jawab, belajar lebih lanjut (further-learning), sebagai pekerja produktif dalam ekonomi modern.
4. Menjelang 2020, pelajar-pelajar Indonesia modern dapat menjadi The first in the world dalam pencapaian Sains dan Matematik.
5. Menjelang 2020, setiap manusia dewasa Indonesia modern telah melek huruf semua tingkatan, dan terus berproses mencapai/menguasai knowledge dan berbagai skill yang sangat penting, untuk berkompetisi dalam global ekonomi, serta terus bergerak dan berlatih untuk masalah kebaikan dan kebenaran juga tanggung jawab sebagai warga negara.
6. Menjelang 2020, setiap lembaga pendidikan Indonesia modern harus terbebas dari narkoba, berdisiplin tinggi dalam tatanan lingkungan yang kondusif yang cinta belajar.
7. Semua produk pendidikan Indonesia modern sudah siap masuk dalam tatanan hidup dalam Zone of Peace and Democracy.
Tahun 2020 bukan waktu yang lama, namun juga bukan waktu yang singkat, jika kita berkiprah untuk mencapai ukuran minimal yang kita sepakati itu, semua dengan izin Allah dan amal perbuatan nyata kita, semuanya pasti dapat dicapai.
Atas namamu ya Allah, kami semua berikrar untuk memajukan bangsa dan negara karunia-Mu, membangun melalui pendidikan, beri kekuatan kepada kami, kepada bangsa Indonesia dan umat manusia semua yang mencintai perjuangan menempuh jalan pendidikan dalam usaha menyebarkan pengetahuan yang Engkau telah contohkan dan anjurkan. Amin. (Berita Indonesia 14)